♠ Posted by Unknown in Karya at 09.20

“Tak peduli sudah berapa banyak usiaku, kau tetap orang pertama
yang kuingat ketika aku menangis.”
Ibu, aku ingin cerita banyak hal... Aku ingin menangis di
pelukanmu, Ibu. Aku terlalu asyik dengan dunia baruku di sini. Aku punya banyak
teman berbagi, aku punya banyak teman diskusi, dan aku mendapat banyak semangat
untuk mengejar duniaku di sini, seluruh sudut tempat ini, selain masjidnya
tentu saja. Aku hanya ingat engkau ketika aku sakit dan sedih. Aku ingat engkau
Bu, ketika air mata sudah tak lagi bisa dibendung.
Ibu, aku rindu
ketenangan. Aku selalu butuh waktu untuk menjalankan "tugas itu". Aku
sering membayangkan bagaimana kalau aku belajar di tempat orang-orang yang
sepaham, seideologi, sepemikiran, sekultur, kalau bisa "setugas"
denganku hingga tak perlu ada toleransi dan tak perlu menjelaskan pada banyak
orang bahwa kehidupanku begini dan begitu, karena semuanya sudah paham dan
mengerti. Karena seberapa pun kebaikan mereka, seberapa pun toleransi
mereka, tetap ada hal yang tak kan bisa mereka pahami dariku. Aku yang salah
karena aku adalah anak biasa yang selalu minta diperlakukan istimewa.
Aku lelah... aku salah...
Lihatlah Bu, betapa anakmu pandai mengeluh...
Aku lelah... aku salah...
Lihatlah Bu, betapa anakmu pandai mengeluh...
#Malam ini, aku tak ingin
melakukan apapun. Aku hanya ingin segera pagi. Aku ingin segera mendengar
suaramu di ujung sana.
0 komentar:
Posting Komentar